Kasultanan Yogyakarta adalah kerajaan besar yang mempunyai bangunan-bangunan megah. Keraton Yogyakarta memiliki bangunan-bangunan dan gedung-gedung dengan arsitektur yang menawan. Paduan bangunan tradisional jawa dengan berbagai gaya bangunan eropa, arab, atau china membuat Keraton Yogyakarta banyak dikagumi oleh wisatawan dari seluruh penjuru dunia
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.[1]
Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman[3].
.
Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gadhing yang terdapat di sisi selatan masih berdiri utuh. Fungsi khusus gerbang ini adalah sebagai jalan untuk menghantar Sultan yang wafat menuju makam para raja di Imogiri. Pada sisi kiri dan kanan pintu terdapat ragam hias kepala raksasa yang disebut Kala atau Kemamang sebagai simbol pelepasan mangkatnya sang raja.
Kata nirbaya berasal dari dua unsur kata yakni nir 'hilang, tanpa' dan baya 'bahaya'. Dengan demikian, Plengkung Nirbaya mempunyai arti jalan keluar masuk ke keraton tanpa bahaya, maksudnya ialah jalan yang
memberikan keselamatan.
Kata tarunasura berasal dari dua unsur kata, yakni taruna 'muda, pemuda' dan sura 'berani, pemberani'. Nama Tarunasura berarti pemuda yang berani.
wisata sejarah yang sangat menarik
ReplyDeletesalah-satu warisan sejarah yang perlu dilestarikan
ReplyDelete